Pembuktian untuk menilai adanya struktur buatan manusia yang membentuk Gunung Putri Garut dilakukan dengan menggunakan peralatan geolistrik Superstring. Peralatan geolistrik digunakan untuk memindai lapisan geologi batuan di dalam bukit dengan mengukur resistivitas.
Senin, 19 Desember 2011, Anggota Tim Bencana Katastropik Purba yang dibentuk Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Iwan Sumule mengatakan hasil geolistrik dengan jarak elektroda 20 meter dan 10 meter, menunjukan ada horizontal unconformity atau “pemancungan” pada tubuh batuan intrusi (merah) di kedalaman sekitar 120 meter dari puncak.
Upaya pembuktian itu menghasilkan, pertama, cabang intrusi yang ke arah kanan yang tampaknya membentuk dasar morfologi terrain yang mempunyai elevasi topografi sama dengan lembah Cirahong. Kemudian, batas 120-an meter itu nampaknya bertepatan dengan dimulainya topografi pendakian lereng yang lebih curam, saat pelapukan batuan tanahnya menjadi merah.
Ditambah lagi dengan hasil geolistrik dengan jarak 5 dan 3 meter bentangan Barat Timur dan Utara Selatan memperkuat kesimpulan ada bentukan struktur yang sangat kecil kemungkinannya hasil bentukan alami.
Hasil plot kontur 3D data digital topografi resolusi 5 meter IFSAR ini memperkuat hipotesa adanya bentukan anomali dari proses geologi bukit sinder cone yang berada pada suatu batuan dasar intrusi yang terpancung. Kemudian, sumber material galian berasal dari daerah lembah Cirahong yang berada 1-2 kilometer dari puncak gunung Putri. Dibuktikan dengan volume galian dari lembah Cirahong adalah sama dengan volume timbunan gunung Putri.
Sementara itu hasil uji karbon C14 menunjukkan usia lapisan tanah top soil purba yang sudah diuji karbon dating C14 di BATAN adalah 6000 tahun sebelum Masehi. Sementara usia lapisan tanah yang lebih keras seperti cadas di bawahnya adalah 7.500 tahun sebelum Masehi. Apabila ada struktur yang berada di bawah lapisan tanah dan cadas usianya akan lebih tua.
Piramida Garuat Akan di Bor
Kontroversi keberadaan bangunan buatan manusia menyerupai piramida di perut Gunung Sadahurip atau Gunung Putri di Garut, Jawa Barat, perlahan akan diuji kebenarannya. Setelah menggunakan teknologi georadar, geolistrik, foto kontur dan foto IFSAR, Tim Katastropik Purba dalam waktu dekat akan melakukan pengeboran.
Salah satu anggota tim, Iwan Sumule, mengatakan pengeboran di dalam perut Gunung Sadahurip itu adalah untuk mendalami batuan di dalam gunung tersebut.
“Kemungkinan pada Maret nanti sebagai eskavasi awal, akan kami selidiki batuan di dalamnya
Salah satu anggota tim, Iwan Sumule, mengatakan pengeboran di dalam perut Gunung Sadahurip itu adalah untuk mendalami batuan di dalam gunung tersebut.
“Kemungkinan pada Maret nanti sebagai eskavasi awal, akan kami selidiki batuan di dalamnya
Pengeboran merupakan salah satu dari proses eskavasi untuk menemukan fakta empirik apa saja yang ada dalam perut gunung tersebut. Sebelumnya, pengeboran telah dilakukan, namun pada Maret nanti akan dilakukan ke lapisan yang lebih dalam.
Jika benar Gunung Sadahurip menyimpan piramida, Tim menduga ini akan lebih besar dan lebih tua ketimbang Piramida Giza di Mesir.
Penjelasan ilmiah
Selain pengeboran, untuk menjelaskan secara ilmiah dugaan piramida di Gunung Sadahurip, Tim Katastropik pada awal Febuari depan akan menggelar sarasehan yang membahas semua hal yang berkaitan.
“Para peneliti akan memaparkan penelitian soal gunung itu secara ilmiah, kan selama ini kami yang hanya menyampaikan ke masyarakat,” katanya.
Sarasehan yang bertajuk "Mengungkap Tabir Peradaban dan Bencana Katastropik Purba di Nusantara untuk Memperkuat Karakter dan Ketahanan Nasional" akan digelar di Istana Merdeka pada 7 Febuari mendatang dan menghadirkan para ahli yang selama ini telah meneliti Gunung Padang dan Sadahurip.
Iwan mengatakan, Tim Katastropik salah satunya akan menyimak pemaparan geolog dari ITB, Danny Hilman dan Andang Bachtiar, yang selama ini telah meneliti Gunung Padang, dan telah menarik kesimpulan bahwa di dalamnya ada bangunan piramida. Sementara Gunung Sadahurip diteliti oleh Dr Didit dan Ir Wisnu Artika.
Jika benar Gunung Sadahurip menyimpan piramida, Tim menduga ini akan lebih besar dan lebih tua ketimbang Piramida Giza di Mesir.
Penjelasan ilmiah
Selain pengeboran, untuk menjelaskan secara ilmiah dugaan piramida di Gunung Sadahurip, Tim Katastropik pada awal Febuari depan akan menggelar sarasehan yang membahas semua hal yang berkaitan.
“Para peneliti akan memaparkan penelitian soal gunung itu secara ilmiah, kan selama ini kami yang hanya menyampaikan ke masyarakat,” katanya.
Sarasehan yang bertajuk "Mengungkap Tabir Peradaban dan Bencana Katastropik Purba di Nusantara untuk Memperkuat Karakter dan Ketahanan Nasional" akan digelar di Istana Merdeka pada 7 Febuari mendatang dan menghadirkan para ahli yang selama ini telah meneliti Gunung Padang dan Sadahurip.
Iwan mengatakan, Tim Katastropik salah satunya akan menyimak pemaparan geolog dari ITB, Danny Hilman dan Andang Bachtiar, yang selama ini telah meneliti Gunung Padang, dan telah menarik kesimpulan bahwa di dalamnya ada bangunan piramida. Sementara Gunung Sadahurip diteliti oleh Dr Didit dan Ir Wisnu Artika.
“Keduanya akan sampaikan penelitian mereka. Akan dibeberkan semua hasil penelitian mereka dengan penjelasan ilmiah,” dia melanjutkan.
Kedua geolog tersebut juga merupakan anggota Tim Katastropik.
Stephen Oppenheimer, penulis buku laris "Eden in the East" dari Inggris yang tertarik dengan keberadaan piramida Gunung Sadahurip dan Gunung Padang, dinyatakan juga akan hadir di pertemuan kebudayaan internasional yang diselenggarakan Universitas Indonesia pada Febuari mendatang di Bali. “Dia akan datang dalam pertemuan di Bali, dalam sarasehan nggak datang,”
Stephen Oppenheimer, penulis buku laris "Eden in the East" dari Inggris yang tertarik dengan keberadaan piramida Gunung Sadahurip dan Gunung Padang, dinyatakan juga akan hadir di pertemuan kebudayaan internasional yang diselenggarakan Universitas Indonesia pada Febuari mendatang di Bali. “Dia akan datang dalam pertemuan di Bali, dalam sarasehan nggak datang,”
Mata Air Dekat Gunung Piramida akan di Selidiki
Tim Katastropik Purba yang dibentuk kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) kini sedang meneliti mata air yang mengucur di lembah batu Rahong, yang letaknya tidak jauh dari Gunung Sadahurip. Ini terkait dengan dugaan ada struktur "man made" yang tersimpan di balik gunung tersebut: "Piramida Garut".
Anggota tim, Iwan Sumule menjelaskan, lembah batu Rahong -- lokasi mata air itu, juga punya keunikan. Diduga sebelumnya ia adalah gunung, yang karena sebuah proses berubah menjadi lembah.
"Diduga kuat materialnya menjadi bahan bangunan di Sadahurip," ujar dia,
Berdasarkan hasil IFSAR, juga hasil geolistrik, lanjut Iwan, terlihat pernah ada kegiatan penambangan bukit sampai terbentuk tebing batu Rahong.
Petunjuknya, lembah batu Rahong memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan pola kelongsoran tebing alami karena tidak ada tumbukan longsorannya.
Selain itu, volume material di atas elevasi 110 meter dari puncak bukit Sadahurip sama dengan volume yang berkurang dari lembah tebing batu Rahong.
"Diduga kuat materialnya menjadi bahan bangunan di Sadahurip," ujar dia,
Berdasarkan hasil IFSAR, juga hasil geolistrik, lanjut Iwan, terlihat pernah ada kegiatan penambangan bukit sampai terbentuk tebing batu Rahong.
Petunjuknya, lembah batu Rahong memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan pola kelongsoran tebing alami karena tidak ada tumbukan longsorannya.
Selain itu, volume material di atas elevasi 110 meter dari puncak bukit Sadahurip sama dengan volume yang berkurang dari lembah tebing batu Rahong.
Untuk membuktikan, benarkah batu di lembah Rahong digunakan jadi bahan bangunan "piramida", saat ini sedang dilakukan penelitian intensif terhadap mata air yang ada di bawah lembah. Untuk diketahui, apakah ada hubungan dengan mekanisme yang ada di gunung "man made" Sadahurip. "Mata air dari lembah batu Rahong berkarakteristik air artesis sumur dalam," ujarnya.
Iwan mengungkapkan, untuk riset air lembah Rahong, sementara ini difokuskan pada gelombang yang berubah ubah karena Amplitudo (AM) atau fasa (FM) frekuensinya, beresonansi dengan wadahnya.
Agar terjadi resonansi diberikan sekat membrane logam yang berpori heksagonal dan ditata seperti Mitochondria. "Kami uji coba dengan frekuensi tetap misalnya gelombang Fibonacci atau Plutna," katanya. Juga dilakukan, pemisah molekular H2 dengan O.
Mekanisme ini bersumber pada tekanan, sehingga menimbulkan pergerakan mekanika pada sebuah sistem akselerasi magnetik dan energi kinetik. "Apabila energi itu secara berlebihan tak tertampung , maka akan membentuk pancaran gelombang cahaya yang sewaktu-waktu terlihat di sekitar Gunung Sadahurip," kata dia.
Juga wajar kalau muncul dugaan di masyarakat, bahwa air di sekitar Sadahurip menjadi air yang bermutu tinggi sebagai sarana akselerasi sel di tubuh manusia. "Kami sedang melakukan uji laboratorium untuk melihat kecenderungan antioksidan air lembah Rahong," kata Iwan. "Dan akan dibandingkan dengan air mineral yang ada di Indonesia maupun yang ada di beberapa negara."
Agar terjadi resonansi diberikan sekat membrane logam yang berpori heksagonal dan ditata seperti Mitochondria. "Kami uji coba dengan frekuensi tetap misalnya gelombang Fibonacci atau Plutna," katanya. Juga dilakukan, pemisah molekular H2 dengan O.
Mekanisme ini bersumber pada tekanan, sehingga menimbulkan pergerakan mekanika pada sebuah sistem akselerasi magnetik dan energi kinetik. "Apabila energi itu secara berlebihan tak tertampung , maka akan membentuk pancaran gelombang cahaya yang sewaktu-waktu terlihat di sekitar Gunung Sadahurip," kata dia.
Juga wajar kalau muncul dugaan di masyarakat, bahwa air di sekitar Sadahurip menjadi air yang bermutu tinggi sebagai sarana akselerasi sel di tubuh manusia. "Kami sedang melakukan uji laboratorium untuk melihat kecenderungan antioksidan air lembah Rahong," kata Iwan. "Dan akan dibandingkan dengan air mineral yang ada di Indonesia maupun yang ada di beberapa negara."
Jerman Siap Bantu Untuk Menguak Misteri Piramida Garut
Gunung Sadahurip atau Gunung Putri di Garut, Jawa Barat kini menjadi pusat perhatian. Sebab, diyakini, bukit itu tak hanya sekedar onggokan tanah, namun menyimpan sebuah rahasia besar: sebuah piramida.
Menurut perkiraan, besar dan usianya melampaui Piramida Giza di Mesir. Tingginya diduga mencapai 200 meter, usianya sekira 10.000 tahun. Benar atau tidaknya klaim tersebut, masih menunggu pembuktian melalui proses eskavasi.
Terkait eskavasi, anggota Tim Katastropik Purba yang ikut menemukan gunung piramida, Iwan Sumule mengatakan, sejumlah peneliti dan lembaga asing telah menawarkan bantuan. Berupa tenaga peneliti, juga dana.
"Kami sudah dikontak, mereka akan memberi bantuan dana dan ajukan kerjasama penelitian, bahkan sudah dirancang juga oleh sebuah yayasan Jerman," ujar Iwan
Pihak yang sudah mengajukan tawaran kerjasama, adalah sebuah lembaga peneliti Jerman, Deutsche Orient-Gesellscaaft (DOG) dan peneliti, Prof. Bonatz, juga dari Jerman.
Sebelumnya, masuk daftar peneliti yang tertarik dengan piramida Garut adalah Stephen Oppenheimer, ahli genetika dan struktur DNA manusia dari Oxford University, Inggris. Ia adlah penulis buku "Eden in The East", yang mengungkapkan bahwa peradaban yang ada sesungguhnya berasal dari Timur, khususnya Asia Tenggara.
Alasan ketertarikan itu, kata Iwan, karena mereka pernah menulis buku atau studi tentang piramida. Sekaligus membuktikan hipotesa soal peradaban maju yang konon berada di nusantara. “Titiknya di daerah Sunda, mereka sudah memprediksi dalam bukunya, dia (Oppenheimer) sudah memprediksi,” tambahnya.
Untuk memperlancar proses eskavasi, pihaknya akan mengadakan pertemuan khusus dengan Oppenheimer pada bulan Febuari 2012 di Bali bersamaan dengan pertemuan peneliti budaya seluruh dunia. Dalam pertemuan itu, akan dibicarakan berbagai hal untuk memperlancar eskavasi. "Kami bicarakan teknis eskavasi nanti bagaimana juga berbagi data terkait dengan piramida. Dia juga sudah meneliti piramida di daerah Timur Tengah," lanjut Iwan.
Tunggu pembuktiannya
Meski menimbulkan harap dan menerbitkan rasa penasaran, sejumlah pihak mempertanyakan klaim piramida di nusantara. Apalagi, Indonesia tak mengenal adanya piramida.
Menanggapi berbagai pro kontra itu, Iwan meminta pihak yang menyangsikan untuk menunggu hasil penelitian. "Kita buktikan saja dengan tahapan ilmiah, metode ilmiah. Itu sudah kita lakukan," kata dia.
Ketertarikan peneliti asing, dia menambahkan, juga memperkuat klaim tersebut. "Peneliti asing pasti sudah mempelajarinya, tidak mungkin mereka antusias terus tidak meyakini hal ini," jelasnya. "Masa orang luar yang malah percaya, kita sendiri nggak percaya."
Ia melanjutkan, masyarakat saat ini juga antusias untuk menunggu kebenaran soal peradaban yang tersimpan dalam piramida tersebut. "Saat ini masyarakat sekitar memang mengeramatkannya. Untuk itu penelitian ini bisa menjawab (rasa penasaran)," dia menambahkan.
Iwan berharap bila ternyata benar terdapat piramida di balik gunung tersebut, ini akan berdampak positif bagi masyarakat sekitar. "Bisa positif untuk sosial budaya dan ekonomi."
Menurut perkiraan, besar dan usianya melampaui Piramida Giza di Mesir. Tingginya diduga mencapai 200 meter, usianya sekira 10.000 tahun. Benar atau tidaknya klaim tersebut, masih menunggu pembuktian melalui proses eskavasi.
Terkait eskavasi, anggota Tim Katastropik Purba yang ikut menemukan gunung piramida, Iwan Sumule mengatakan, sejumlah peneliti dan lembaga asing telah menawarkan bantuan. Berupa tenaga peneliti, juga dana.
"Kami sudah dikontak, mereka akan memberi bantuan dana dan ajukan kerjasama penelitian, bahkan sudah dirancang juga oleh sebuah yayasan Jerman," ujar Iwan
Pihak yang sudah mengajukan tawaran kerjasama, adalah sebuah lembaga peneliti Jerman, Deutsche Orient-Gesellscaaft (DOG) dan peneliti, Prof. Bonatz, juga dari Jerman.
Sebelumnya, masuk daftar peneliti yang tertarik dengan piramida Garut adalah Stephen Oppenheimer, ahli genetika dan struktur DNA manusia dari Oxford University, Inggris. Ia adlah penulis buku "Eden in The East", yang mengungkapkan bahwa peradaban yang ada sesungguhnya berasal dari Timur, khususnya Asia Tenggara.
Alasan ketertarikan itu, kata Iwan, karena mereka pernah menulis buku atau studi tentang piramida. Sekaligus membuktikan hipotesa soal peradaban maju yang konon berada di nusantara. “Titiknya di daerah Sunda, mereka sudah memprediksi dalam bukunya, dia (Oppenheimer) sudah memprediksi,” tambahnya.
Untuk memperlancar proses eskavasi, pihaknya akan mengadakan pertemuan khusus dengan Oppenheimer pada bulan Febuari 2012 di Bali bersamaan dengan pertemuan peneliti budaya seluruh dunia. Dalam pertemuan itu, akan dibicarakan berbagai hal untuk memperlancar eskavasi. "Kami bicarakan teknis eskavasi nanti bagaimana juga berbagi data terkait dengan piramida. Dia juga sudah meneliti piramida di daerah Timur Tengah," lanjut Iwan.
Tunggu pembuktiannya
Meski menimbulkan harap dan menerbitkan rasa penasaran, sejumlah pihak mempertanyakan klaim piramida di nusantara. Apalagi, Indonesia tak mengenal adanya piramida.
Menanggapi berbagai pro kontra itu, Iwan meminta pihak yang menyangsikan untuk menunggu hasil penelitian. "Kita buktikan saja dengan tahapan ilmiah, metode ilmiah. Itu sudah kita lakukan," kata dia.
Ketertarikan peneliti asing, dia menambahkan, juga memperkuat klaim tersebut. "Peneliti asing pasti sudah mempelajarinya, tidak mungkin mereka antusias terus tidak meyakini hal ini," jelasnya. "Masa orang luar yang malah percaya, kita sendiri nggak percaya."
Ia melanjutkan, masyarakat saat ini juga antusias untuk menunggu kebenaran soal peradaban yang tersimpan dalam piramida tersebut. "Saat ini masyarakat sekitar memang mengeramatkannya. Untuk itu penelitian ini bisa menjawab (rasa penasaran)," dia menambahkan.
Iwan berharap bila ternyata benar terdapat piramida di balik gunung tersebut, ini akan berdampak positif bagi masyarakat sekitar. "Bisa positif untuk sosial budaya dan ekonomi."
0 comments:
Post a Comment