Hai sobat pembaca setia,,lama tak jumpa.,pasti kangen dong.,heheheh
edisi kali ini akan membahas tentang apakah boleh mendakwahkan sebuah ilmu sebelum mengamalkannya.,???
edisi kali ini akan membahas tentang apakah boleh mendakwahkan sebuah ilmu sebelum mengamalkannya.,???
gimana pendapat-pendapat kalian.,??? Tidak ragu lagi bahwa
ilmu yang berasal dari Al Qur’an dan As Sunnah wajib diamalkan, bukan sekedar
diilmui semata. Ilmu akan bermanfaat bagi seseorang ketika diamalkan. Oleh
karena itu Allah Ta’alaberfirman,
جَزَاء بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
“Sebagai ganjaran
atas apa yang telah mereka amalkan” (QS. Al-Waqi’ah: 24).
Allah Ta’ala tidak
berfirman,
جَزَاء بِمَا كَانُوا
يعَلمُونَ
“Sebagai ganjaran
atas apa yang telah mereka ketahui”.
Namun yang menjadi
masalah, apakah seseorang yang ingin menyampaikan suatu ilmu atau
mendakwahkannya, ketika itu ia wajib sudah mengamalkan apa yang ia sampaikan?
Simak penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berikut
ini, beliau berkata:
“syarat ke enam (dalam
amar ma’ruf nahi mungkar), hendaknya orang yang ber-amar ma’ruf (memerintahkan
perkara yang disyariatkan) dan ber-nahi munkar (melarang perkara yang dilarang
agama) itu sudah mengamalkan apa yang ia sampaikan. Ini adalah pendapat
sebagian ulama. Jika ia belum mengamalkannya, maka tidak boleh ber-amar ma’ruf
nahi mungkar. Karena Allah Ta’ala berfirman:
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ
بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا
تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh
orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu
sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?”
(QS. Al Baqarah: 44)
Maka jika seseorang
tidak shalat, maka ia tidak boleh menyuruh orang lain untuk shalat. Jika ia
minum khamr, maka ia tidak boleh melarang orang lain meminumnya. Oleh karena
itu, seorang penyair bersyair:
لا تنه عن خلق وتأتي
مثله
عار عليك إذا فعلت عظيم
jangan engkau melarang sebuah sikap, namun
engkau juga melakukan semisalnya
kehinaan besar bagimu jika kau melakukan yang demikian
kehinaan besar bagimu jika kau melakukan yang demikian
Namun jumhur ulama
berbeda dengan pendapat ini. Menurut jumhur, wajib ber-amar ma’ruf
walaupun ia belum melakukannya, dan wajib melarang kemungkaran walaupun ia
masih melakukannya. Oleh karena itulah Allah Ta’ala menegur
Bani Israil yang gemar menyuruh berbuat kebaikan, namun mereka melakukannya
sambil melupakan diri-diri mereka sendiri.
Pendapat jumhur inilah
yang shahih. Saya katakan, sekarang anda diperintahkan oleh Allah 2 hal: (1)
Melakukan kebaikan (2) Memerintahkan orang lain berbuat kebaikan. Dan anda juga
dilarang dari 2 hal: (1) Melakukan kemungkaran (2) Meninggalkan nahi mungkar.
Maka janganlah anda meninggalkan hal yang diperintahkan sekaligus juga
melakukan yang dilarang. Karena meninggalkan salah satunya, tidak melazimkan
gugurnya kewajiban yang lain” (Syarh Al Aqidah Al Washithiyyah,
514-515).
Jadi, kalau tidak
mengerjakan semua kewajiban, maka minimal jangan tinggalkan semuanya. Ini juga
sebagaimana kaidah:
ما لا يدرك كله لا يترك
جله
“apa-apa yang tidak
capai semuanya, jangan tinggalkan semua”
Misalnya ketika
seseorang yang tidak shalat namun ia tahu shalat itu wajib dan ia tahu temannya
juga tidak shalat, maka ia di tuntut 2 hal: (1) Melakukan shalat (2)
Memerintahkan temannya untuk shalat. Maka dalam kasus ini ia tetap wajib
memerintahkan temannya shalat, walaupun ia tidak atau belum shalat. Dengan ini
ia menunaikan 1 kewajibannya. Karena jika ia tidak shalat dan tidak
memerintahkan temannya untuk shalat, ia melakukan 2 keburukan, sebagaimana kata
Syaikh Ibnul Utsaimin, “anda meninggalkan hal yang diperintahkan sekaligus
juga melakukan yang dilarang“. Yaitu meninggalkan shalat dan meninggalkan
amar ma’ruf.
Namun sekali lagi, ini
bukan berarti seseorang tidak perlu beramal ketika hendak ber-amar ma’ruf nahi
mungkar. Hendaknya orang yang ber-amar ma’ruf nahi mungkar senantiasa
introspeksi diri, lebih bersemangat memperbaiki diri sendiri sebelum orang
lain, selalu bersemangat mengamalkan ilmu yang ia miliki sebelum menerapkannya
kepada orang lain. Cukuplah firman Allah Ta’ala sebagai
pengingat dan ancaman baginya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ
تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang
yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Hal
(itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3)
Demikian, semoga Allah Ta’ala memberikan
hidayah kepada kita semua, terutama kami sebagai penulis, untuk senantiasa
bersemangat mengamalkan ilmu yang kita miliki. Dan semoga Allah menyelamatkan
kita agar tidak termasuk orang-orang yang mengatakan sesuatu namun tidak
diamalkan. Wallahul musta’an wa ‘alaihit tuklaan.
0 comments:
Post a Comment